Anak Kecil Biasa Yang Luar Biasa
Kali Buntung, Karangwaru, Yogyakarta
(Karangwaru Riverside)
2 April 2012
Berawal dari keinginan pribadi untuk sekedar berjalan-jalan sambil hunting foto di daerah pinggiran sungai, pada hari ini (2 April 2012) saya menyempatkan diri untuk hunting foto (sebut saja begitu) di daerah Kali Code (Gondolayu) dan Kali Buntung (Karangwaru). Tapi untuk kali code hanya sebagai pelengkap saja, karena tujuan utama saya adalah di daerah Karangwaru. Karena daerah ini juga sedang dalam proses pengerjaan proyek arsitektur, yang merupakan salah satu proyek biro arsitektur yang berkantor di dekat kali ini juga. Selain itu, SMA saya juga dekat daerah itu. Jadi, itung-itung ada 3 hal yang saya inginkan sore ini. Pertama, melihat kondisi sekitar SMA saya dulu. Kedua, melihat dan belajar salah satu karya arsitektur. Ketiga, hunting foto.
Tiba di sana kira-kira pukul 15.45 WIB (setelah dari Kali Code) dan langsung menuju Masjid yang berada persis di samping jembatan Kali Buntung ini. Kemudian saya melaksanakan Shalat Ashar terlebih dahulu. Kemudian saya mulai berjalan ke arah utara untuk menelusuri kawasan pinggir sungai ini. Ada beberapa orang yang sedang menggarap kawasan pinggir sungai yang belum 100% jadi ini. Kemudian ada beberapa keluarga yang sedang bermain bersama. Sambil berjalan saya mengambil foto.
Pada kesempatan ini saya tidak akan membahas karya arsitektur ini, namun lebih kepada pengalaman saya pribadi untuk berkomunikasi dengan orang-orang yang baru saya temui. Dan kali ini saya bertemu dengan dua anak kecil dan kemudian kami berbincang-bincang dan saling berbagi satu sama lain.
Sahid, Kelas 3 SD, sekolah di SD Muh Blunyahgede, saat saya berkeliling mengambil gambar dia minta untuk di foto bersama dengan temannya yang masih TK sambil bermain ayunan. Kemudian beberapa saat setelah itu, dia meminjam kamera saya untuk memotret teman-teman lainnya dan keadaan sekitar. Saya pun tak luput dari bidikannya. Dia terlihat sangat senang dengan foto-foto yang dia hasilkan. Tapi tak puas hanya mengambil gambar di tempat itu, dia mengajak berjalan ke arah selatan. Dan saat menyebrangi sebuah jembatan kecil dia bilang kepada saya, "Mas, nek aku gedhe sesuk arep tuku kamera ah" (Mas, kalo saya besar nanti mau beli kamera ah). Dan saat saya mendengar kalimat itu, saya tersenyum dan mengamini di dalam hati. Tapi maaf, bukan saya yang meracuni anak ini untuk memiliki kamera, sungguh bukan saya. :)
Foto-foto karya Sahid, SD Muh Blunyahgede kelas 3. :)
Saat sampai di tempat bermain lainnya yang kebetulan terdapat seorang wanita berambut panjang masih berseragam putih merah seperti terlihat pada foto ketiga di atas (yang menurut si Sahid cantik), dia berhenti dan mengambil gambar wanita itu. Dalam hati saya berkata, "Woo lha bocah cilik wis ngerti wong wedok ayu, ra bener tenan iki" (Woo anak kecil udah tau cewek cantik, nggak bener ini). Beberapa kali kesempatan Sahid mengambil gambar wanita itu, namun gagal, kemudian dia mencari obyek lain, seperti bunga, burung, sungai, dan orang yang sedang lewat. Selayaknya orang yang sudah sering pegang kamera lah pokoknya. Sampai-sampai dia sudah bisa mematikan dan menghidupkan kamera, memotret, zooming, mencari tombol display, dan menghapus foto. Dan sesaat setelah itu, ibunya datang menghampirinya untuk mengajaknya TPA dan kemudian dia berangkat ke Masjid. Sebelum bertemu dengan ibunya, dia sebenarnya sudah saya tanya, "Kok ora TPA kowe?" Dan dia menjawab, "Aku pas Maghrib wae mas." Khaaah, ternyata kalau sudah bertemu ibunya dia mau untuk berangkat TPA, kalau disuruh orang lain tidak mau. Namun 5 menit berselang dia kembali lagi karena TPA-nya sudah mau pulang. Baul, leee le! :) Dasar anak kecil.
Foto-foto karya Sahid yang lain.
Foto-foto Sahid nggak jelek kan? Mungkin dia memang punya bakat. :)
Saat ibunya datang tadi, sebenarnya ada seorang anak kecil lagi yang datang. Dia bernama Tito, 14 tahun, Kelas 5 SD, sekolah di SD Muh Sapen. Pasti anda bertanya-tanya, 14 tahun kelas 5? Ya, dia memang kelas 5, tapi bukan karena tidak naik kelas. Dia bercerita kalau dia seharusnya sudah SMP kelas 2. Namun pada suatu hari saat dia sedang bermain keluar rumah dan membawa tas, kemudian tas tersebut ditaruh di suatu tempat dan kemudian hilang (diambil orang). Padahal di dalam tas tersebut ada raport-nya dan otomatis raportnya juga hilang. Kemudian dia harus mengulang SD tapi terserah dia mau memilih untuk mulai lagi di kelas berapa, ucapnya.
|
Sosok Tito muncul di bagian kiri bawah foto, bukan tengah karena yang tengah disensor yeeee. :P Maaf, gambar blur karena foto hanya seadanya. Keasikan bercerita, lupa motret. :) |
Di awal perbincangan kami membicarakan masalah pendidikan, seperti sedikit cerita di atas. Dan kemudian dia juga balik bertanya mengenai saya. Dia juga bertanya pada saya tentang tujuan saya ke tempat itu, kemudian keseharian, tinggal di mana, kuliah/kerja, punya berapa saudara, dsb. Seperti orang seumuran saya (dan mungkin anda) kan? Ya, apa yang kami bicarakan memang seperti perbincangan dua orang yang seumuran namun tetap dengan perspektif anak seumurannya. Bukan berarti saya yang seperti anak kecil, tapi anda juga belum tentu percaya jika saya bilang bahwa anak ini (Tito) memang seperti sudah dewasa layaknya orang yang sudah SMA bahkan kuliah. Dia mengerti bagaimana kondisi pergaulan di kampungnya, di kampung lain, jika dengan umur sekian berbincang tentang hal apa, bagaimana para orang tua susah mencari uang, bagaimana anak muda jaman sekarang (sebenarnya dan seharusnya) mampu untuk berpenghasilan sendiri, dan berbagai opini yang keluar dari pikiran dan mulutnya.
Dia bercerita kalau dia punya 2 kakak (1 cowok, 1 cewek), dan keduanya kuliah di Gadjah Mada. Yang cowok dia tidak tahu kuliah di jurusan apa dan yang cewek kuliah di Jurusan Matematika, Fakultas MIPA (dia sendiri sebenarnya tidak betul2 mengetahui jurusan kedua kakaknya). Tapi yang jelas, kakaknya yang cowok mempunyai usaha sendiri dengan warnet-nya. Dan dari warnet itu kakaknya hidup bahkan bisa memberikan si Tito sebuah motor.
Tito ini memang sangat menyukai game online, oleh karena itu kakaknya menghimbau kepada Tito kalau dia ingin bermain mending di warnetnya saja daripada di tempat lain yang nantinya malah Tito-nya susah dikontrol. Dan dari bermain game online ini pula dia bercerita kalau dia pernah mendapat uang 5 juta rupiah dari hasil menjuarai turnamen game online yang bernama "Point Blank". Berawal dari menjuarai beberapa turnamen kecil tingkat daerah dan nasional, kemudian dia bergabung dengan tim untuk berangkat ke Malaysia sehingga meraih prestasi. Katanya, satu tim bisa mendapat hingga 500 juta rupiah di turnamen Internasional, kalau nasional hanya 50 juta rupiah. Dan dari turnamen internasional itu, kalau juara, setiap orang mendapat 5 juta rupiah + laptop dengan berbagai perlengkapannya. Dia sekarang memiliki 4 laptop, namun hanya satu atau dua yang masih berfungsi normal. Anda punya berapa? :)
Di kamarnya ada TV flat besar yang "ditempel" di bagian atas/plafond sehingga dia bisa nonton TV sambil tiduran di kasur, tapi dia tidak mau dan dia lebih sering menonton TV di rumah tetangga. Saya yakin sebenarnya yang dia maksud bukan plafond, namun ditempel di dinding yang letaknya lebih tinggi dari biasanya. Dia lebih senang bermain dengan teman2 di kampung sebelah, karena dia merasa lebih nyaman. Yang saya salut dari dirinya adalah, bagaimana pola pikir dia jauh melebihi teman-teman sebayanya (tentu yang seumuran, bukan sekelas). Seperti sepenggal cerita saya di atas, dia sedikit mengerti tentang bagaimana orang dewasa menjalani hidup sehari-hari, bukan hanya dari belajar dan bekerja. Namun juga pergaulannya, pembicaraan, dan berbagai aktifitas orang dewasa bahkan bapak-bapak dan ibu-ibu yang ada di sekitarnya.
Oo iya, keluarganya juga punya angkringan tak jauh dari lokasi ini. Kalau anda pernah bersekolah di SMA Muhi, katanya angkringan ini di dekat warung makan "Turunan". Kami (siswa Muhi) biasanya menyebut warung itu "turunan" karena terletak di jalan menurun. Dan sayapun ditawari oleh Tito untuk mampir di angkringannya, namun berhubung sudah mendung saya menolaknya dan bergegas untuk berpamitan dengannya. Saat saya mengajak berjabat tangan sambil berkata, "Sek yo To, aku tak bali sek. Salam nggo Pak Saijan (Kepala Sekolah SD Muh Sapen). Dekne mesti ngerti aku" dan kemudian saya menyebutkan nama saya. (duluan ya To, saya pulang dulu. Salam untuk Pak Saijan. Dia pasti kenal saya), kemudian dia menjabat tangan saya dan menempelkan tangan saya ke keningnya. Sudah seperti keluarga saja. :)
Okeee sudah panjang lebar tinggi luas jauh saya cerita. Apa yang bisa anda dapatkan atau simpulkan? Kalau saya sih setidaknya ada empat, yaitu:
Yang pertama adalah "Don't judge a book by its cover" (but its price, haha bercanda). Dari dulu saya selalu menerapkan quotasi itu pada diri saya sendiri dan sore ini (2 April 2012) sudah terbukti (lagi).
Yang kedua, Tuhan selalu memberi petunjuk (pelajaran) kepada anda di waktu dan tempat yang tidak terduga bahkan lewat perantara yang bisa saja tidak mungkin menurut pemikiran anda. tapi percayalah Tuhan tak pernah tidur dan ingkar janji. Teruslah berdoa dan berusaha.
Yang ketiga, setiap orang pasti mempunyai sisi positif dan negatif. Dua hal tersebut pasti melekat pada diri manusia. Jadi, penting bagi kita untuk mengambil sisi positif dari seseorang dan melupakan sisi negatifnya. Tentang nilai-nilai positif dan negatif tiap manusia memiliki perspektif atau pandangan masing-masing, jadi itu merupakan urusan pribadi masing-masing bagaimana mereka menilai suatu hal termasuk ke dalam positif atau negatif.
Yang keempat, Cobalah untuk menghormati dan menghargai semua orang baik yang anda kenal maupun tidak. Kecuali untuk orang yang benar-benar anda tidak suka. Cobalah untuk mau mengenal sebanyak mungkin manusia di bumi ini karena manusia adalah makhluk sosial. Tanpa bersosialisasi, hidup seorang manusia tak ada artinya.
Feel free to comment. Thanks. :)